Jumat, 29 Maret 2013

Karangan Essay Karyaku

Memilih Peran untuk Tetap Hidup

Rikha Nurhasanah
XII IPA 4 SMAN 1 Baleendah

Setelah menamatkan pendidikan SMA/MA/SMK/Sederajat, artinya siswa harus memilih jalan menuju masa depannya. Siswa di tawarkan pada dua pilihan, yaitu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau memanfaatkan ijazah SMA-nya untuk melamar pekerjaan. Ini adalah dua pilihan yang tidak pernah absen untuk ditawarkan dan diantara dua pilihan itu seolah-olah ada  jurang pemisah yang membatasi antara orang kuliahan dengan pekerja tamatan SMA. Dari sini muncul sumber permasalahan, dimana anak manusia dihadapkan pada berbagai pandangan yaitu mempertahankan gengsi, menuruti kemauan orangtua, menjadi tulang punggung keluarga, menjalani hidup sesuai keinginan pribadi, mengikuti teman, meningkatkan taraf  hidup dan berbagai pandangan rumit lainnya. Namun, secara holistik semua pandangan antara dua pilihan itu akan mengerucut pada satu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan hidup dengan melaksanakan peran tertentu di masa depan, atau dengan kata lain untuk mencari materi dan memperoleh kedudukan.
Dalam mencari materi tentunya setiap orang akan dihadapkan pada berbagai pilihan peran seperti menjadi  pengajar, pengusaha, pegawai swasta, ahli tehnik, pegawai negeri, tenaga kesehatan, pejabat, akuntan, konsultan, dan berbagai pilihan peran lainnya. Berkaitan dengan peran kehidupan, kebanyakan orang belum memiliki visi hidup yang jelas sehingga hal ini akan berdampak pada peran apa yang akan diambilnya. Tujuan hidup saja belum jelas, lalu bagaimana akan memutuskan untuk memilih peran dalam kehidupan?
Menanamkan tujuan hidup dengan jelas, sangat penting untuk dilakukan oleh setiap orang. Apabila seseorang telah memiliki tujuan hidupnya, maka dengan mudah ia dapat menentukan peran yang sesuai dengannya. Bimbingan dan pengarahan dari semua pihak sangat diperlukan untuk membatu  dalam menentukan peran seseorang dimasa depan. Namun tak sedikit bimbingan dan pengarahan dari orang tua kepada anaknya bersifat memaksa sehingga si anak wajib menuruti peran yang dipilihkan orang tuanya dengan alasan “masa depan cerah” jika memilih itu. Hingga akhirnya hal ini akan menyebabkan rasa frustasi dan kebuntuan dalam berfikir pada si anak. Biarkan anak menentukan perannya sendiri, karena paksaan akan “melumpuhkan” anak untuk  mengembangkan potensi besar yang dimilikinya.
Peran di masa depan memang berkaitan erat dengan materi yang akan di peroleh. Tetapi, bila materi dijadikan landasan dalam memilih peran tentunya ini akan berdampak buruk. Akhirnya, bukan menambah lapangan pekerjaan tetapi mengakibatkan pengangguran karena persaingan yang ketat di bidang tersebut. Penting untuk diluruskan bahwa peran yang baik bukan dilihat dari seberapa banyak materi yang akan diperoleh, tapi dilihat dari kemampuan dan kesenangan seseorang dalam melaksanakan peran itu. Apabila peran itu dilakukan dengan sepenuh hati atas dasar panggilan jiwa maka hal ini akan memberi feed back positif terhadap kehidupan seseorang dan lingkungannya. Sehingga perlu di garis bawahi bahwa dalam memilih peran harus berlandaskan pada passion, minat dan keahlian seseorang dalam bidang peran itu. Bukan hanya materi yang harus terpenuhi, tapi kebutuhan jiwa juga sama pentingnya dan tidak boleh untuk dikesampingkan.
Apabila seseorang telah menetapkan tujuan hidupnya berdasarkan passion dan keahliannya maka ia akan memilih peran yang sesuai dengan dirinya. Bukan itu saja, ia akan mampu untuk mengsinergikan pontensi-potensi besar dalam dirinya sehingga akan muncul kreavitas-kreativitas dan inovasi-inovasi baru yang akan membawa kemajuan dalam hidupnya, dan bidang peran yang dilakoninya. Banyak orang sukses di dunia ini yang menemukan jati diri yang sesungguhnya setelah ia melakoni hal yang disukainya.
Dalam Al- Qur’an Surah Adz-Dzariat ayat lima puluh enam, Allah berfirman bahwa tidaklah Ia menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Nya. Memilih peran kehidupan berarti memilih untuk melaksanakan ibadah. Inilah mengapa seseorang harus memilih perannya berdasarkan hal yang ia sukai agar pekerjaannya itu bernilai ibadah. Bukankah memenuhi nafkah keluarga adalah ibadah? Dan menghasilkan karya-karya yang berguna juga ibadah? Sebagai manusia kita tak akan terlepas dari semua ketentuan yang Tuhan tetapkan. Bekerja dan beribadah secara implisit memiliki makna yang sama.
Masih mengakar dalam pemikiran masyarakat bahwa peran yang bagus akan diperoleh jika menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Pandangan itu tidak sepenuhnya benar. Pendidikan memang memegang peran penting dalam menunjang karir seseorang, tapi hakikatnya itu tidak mutlak. Bagaimana seseorang menentukan sikapnya dalam membawa bahtera kehidupannya itu yang terpenting. Sudah tidak asing lagi didengar bahwa ada lulusan sarjana yang pekerjaanya berlawanan dengan disiplin ilmu yang digelutinya di bangku kuliah. Ada pula orang yang tidak mengenyam pendidikan tinggi tapi berhasil menjadi pengusaha yang sukses. Ya, sekali lagi semua ini tergantung bagaimana setiap orang menyikapi hidupnya. Pemikiran manusia yang kreatif dan dinamis selalu menghasilkan tindakan-tidakan yang tak terduga.
            Setiap orang adalah arsitek untuk masa depannya. Dia yang menetukan, merancang, membangun, memilih komponen-komponen terbaik untuk hidupnya, dan dialah yang akan hidup dalam kehidupan yang dibangunnya. Menemukan peran yang sesuai berarti memilih untuk tetap hidup dalam hidup yang sebenarnya. Seorang pemenang adalah ia yang berhasil menemukan jati dirinya. Sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar