Memilih Peran untuk Tetap Hidup
Rikha Nurhasanah
XII IPA 4 SMAN 1 Baleendah
Setelah
menamatkan pendidikan SMA/MA/SMK/Sederajat, artinya siswa harus memilih jalan
menuju masa depannya. Siswa di tawarkan pada dua pilihan, yaitu melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi atau memanfaatkan ijazah SMA-nya untuk melamar
pekerjaan. Ini adalah dua pilihan yang tidak pernah absen untuk ditawarkan dan
diantara dua pilihan itu seolah-olah ada
jurang pemisah yang membatasi antara orang kuliahan dengan pekerja tamatan
SMA. Dari sini muncul sumber permasalahan, dimana anak manusia dihadapkan pada
berbagai pandangan yaitu mempertahankan gengsi, menuruti kemauan orangtua,
menjadi tulang punggung keluarga, menjalani hidup sesuai keinginan pribadi,
mengikuti teman, meningkatkan taraf
hidup dan berbagai pandangan rumit lainnya. Namun, secara holistik semua
pandangan antara dua pilihan itu akan mengerucut pada satu tujuan yaitu
memenuhi kebutuhan hidup dengan melaksanakan peran tertentu di masa depan, atau
dengan kata lain untuk mencari materi dan memperoleh kedudukan.
Dalam mencari materi tentunya setiap orang akan dihadapkan pada berbagai
pilihan peran seperti menjadi pengajar,
pengusaha, pegawai swasta, ahli tehnik, pegawai negeri, tenaga kesehatan,
pejabat, akuntan, konsultan, dan berbagai pilihan peran lainnya. Berkaitan dengan
peran kehidupan, kebanyakan orang belum memiliki visi hidup yang jelas sehingga
hal ini akan berdampak pada peran apa yang akan diambilnya. Tujuan hidup saja
belum jelas, lalu bagaimana akan memutuskan untuk memilih peran dalam kehidupan?
Menanamkan tujuan hidup dengan jelas, sangat penting untuk dilakukan oleh
setiap orang. Apabila seseorang telah memiliki tujuan hidupnya, maka dengan
mudah ia dapat menentukan peran yang sesuai dengannya. Bimbingan dan pengarahan
dari semua pihak sangat diperlukan untuk membatu dalam menentukan peran seseorang dimasa depan.
Namun tak sedikit bimbingan dan pengarahan dari orang tua kepada anaknya
bersifat memaksa sehingga si anak wajib menuruti peran yang dipilihkan orang
tuanya dengan alasan “masa depan cerah” jika memilih itu. Hingga akhirnya hal
ini akan menyebabkan rasa frustasi dan kebuntuan dalam berfikir pada si anak. Biarkan
anak menentukan perannya sendiri, karena paksaan akan “melumpuhkan” anak untuk mengembangkan potensi besar yang dimilikinya.
Peran di masa depan memang berkaitan erat dengan materi yang akan di
peroleh. Tetapi, bila materi dijadikan landasan dalam memilih peran tentunya
ini akan berdampak buruk. Akhirnya, bukan menambah lapangan pekerjaan tetapi
mengakibatkan pengangguran karena persaingan yang ketat di bidang tersebut.
Penting untuk diluruskan bahwa peran yang baik bukan dilihat dari seberapa
banyak materi yang akan diperoleh, tapi dilihat dari kemampuan dan kesenangan
seseorang dalam melaksanakan peran itu. Apabila peran itu dilakukan dengan
sepenuh hati atas dasar panggilan jiwa maka hal ini akan memberi feed back positif
terhadap kehidupan seseorang dan lingkungannya. Sehingga perlu di garis bawahi
bahwa dalam memilih peran harus berlandaskan pada passion, minat dan
keahlian seseorang dalam bidang peran itu. Bukan hanya materi yang harus
terpenuhi, tapi kebutuhan jiwa juga sama pentingnya dan tidak boleh untuk
dikesampingkan.
Apabila seseorang telah menetapkan tujuan hidupnya berdasarkan passion dan
keahliannya maka ia akan memilih peran yang sesuai dengan dirinya. Bukan itu
saja, ia akan mampu untuk mengsinergikan pontensi-potensi besar dalam dirinya
sehingga akan muncul kreavitas-kreativitas dan inovasi-inovasi baru yang akan
membawa kemajuan dalam hidupnya, dan bidang peran yang dilakoninya. Banyak
orang sukses di dunia ini yang menemukan jati diri yang sesungguhnya setelah ia
melakoni hal yang disukainya.
Dalam Al- Qur’an Surah Adz-Dzariat ayat lima puluh enam, Allah berfirman
bahwa tidaklah Ia menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepada-Nya. Memilih peran kehidupan berarti memilih untuk melaksanakan ibadah.
Inilah mengapa seseorang harus memilih perannya berdasarkan hal yang ia sukai
agar pekerjaannya itu bernilai ibadah. Bukankah memenuhi nafkah keluarga adalah
ibadah? Dan menghasilkan karya-karya yang berguna juga ibadah? Sebagai manusia kita
tak akan terlepas dari semua ketentuan yang Tuhan tetapkan. Bekerja dan
beribadah secara implisit memiliki makna yang sama.
Masih mengakar dalam pemikiran masyarakat bahwa peran yang bagus akan
diperoleh jika menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Pandangan itu
tidak sepenuhnya benar. Pendidikan memang memegang peran penting dalam
menunjang karir seseorang, tapi hakikatnya itu tidak mutlak. Bagaimana seseorang
menentukan sikapnya dalam membawa bahtera kehidupannya itu yang terpenting.
Sudah tidak asing lagi didengar bahwa ada lulusan sarjana yang pekerjaanya
berlawanan dengan disiplin ilmu yang digelutinya di bangku kuliah. Ada pula
orang yang tidak mengenyam pendidikan tinggi tapi berhasil menjadi pengusaha
yang sukses. Ya, sekali lagi semua ini tergantung bagaimana setiap orang
menyikapi hidupnya. Pemikiran manusia yang kreatif dan dinamis selalu
menghasilkan tindakan-tidakan yang tak terduga.
Setiap orang adalah arsitek untuk
masa depannya. Dia yang menetukan, merancang, membangun, memilih komponen-komponen
terbaik untuk hidupnya, dan dialah yang akan hidup dalam kehidupan yang
dibangunnya. Menemukan peran yang sesuai berarti memilih untuk tetap hidup
dalam hidup yang sebenarnya. Seorang pemenang adalah ia yang berhasil menemukan
jati dirinya. Sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar